Kamis, Desember 11, 2008

   BAB III METODA PERKIRAAN BIAYA

  1. Data Dasar Penyusunan HPS/OE

    Dalam penyusunan HPS/OE yang baik, panitia/pejabat pengadaan barang/jasa seharusnya mendasarkan pada data harga yang berlaku di pasaran. Namun demikian, data/informasi harga primer tersebut di lapangan seringkali justru tidak ditemukan, sehingga panitia/pejabat pengadaan harus mengambil data sekunder (dari kontrak/SPK sebelumnya, atau kalaupun ada, dimensi satuannya berbeda). Oleh karena itu, perlu ada upaya bagi penyesuaian-penyesuaian tersebut, sehingga data harga yang diperoleh akan mendekati harga dari pekerjaan yang akan dilaksanakan. Pada bagian berikut di bawah ini, akan diuraikan beberapa metoda perkiraan biaya yang biasa dilakukan.

  2. Metoda Parameterik

    Pendekatan yang digunakan dalam metoda ini adalah mencoba meletakkan dasar hubungan matematis yang mengkaitkan biaya dengan karakteristik fisik tertentu dari obyek (volume, luas, dan lain sebagainya). Metoda ini sangat praktis dan cepat, yang biasanya digunakan pada saat belum tersedia data yang membuat perkiraan biaya lebih akurat, yang didasarkan pada pengalaman atau catatan terdahulu, dengan tetap menggunakan secara cermat (hati-hati).
    Rumusan yang digunakan adalah sebagai berikut :
    Y = a x atau y = a x + b
    Dimana :
    y = biaya yang akan diperkirakan
    x = variabel
    a = parameter yang menerangkan hubungan
    y dengan x
    b = komponen tetap
    Contoh :
    Dinas Pendidikan akan membangun gedung laboratorium SLTA seluas 20 m². Harga Satuan Bangunan Gedung Negara yang dikeluarkan Pemda Kabupaten “A” per meter² adalah Rp 1 Juta. Berapa perkiraan harga untuk pembangunan gedung laboratorium tersebut ?
    Jawaban
    Sesuai dengan petunjuk yang diatur dalam Kepmenkimpraswil No. 332/KPTS/M/2002 tentang Petunjuk Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara, harga satuan tertinggi rata-rata per m ² untuk bangunan laboratorium SLTA adalah 1,15 dari standar harga bangunan (lihat Bab IV butir D.2, halaman 39).
    Hal ini berarti bahwa harga satuan bangunan laboratorium adalah :
    y = ax 1,15 x Rp 1 juta = Rp 1,15 Juta (Rp 1.150.000) per m²
    Sehingga biaya yg diperlukan untuk pembangunan laboratorium seluas 20 m² adalah : 20 x Rp 1.150.000 = Rp 23.000.000,00.
    Apabila diketahui ternyata ada komponen biaya tetap, misalnya berupa harga tanah yang tidak mengalamiperubahan harga meskipun pembangunan kapasitas laboratorium bertambah, karena tanah di lokasi pembangunan laboratorium tersebut akan dijual oleh pemiliknya kepada pihak sekolah per kapling (per 100 m²) sebesar Rp 10 juta, maka biaya pembangunan laboratorium dan harga tanahnya menjadi sebagai berikut :
    y = ax + b
    y = Rp 23 Juta + Rp 10 Juta sama dengan Rp 33 Juta.

  3. Penggunaan Indeks

    Informasi data harga di waktu lalu dan korelasinya terhadap tingkat harga yang berlaku sekarang dapat dilihat dari indeks yang diterbitkan secara berkala. Pada hakekatnya indeks harga adalah angka perbandingan antara harga pada suatu waktu (bulan/tahun) tertentu terhadap harga pada waktu (bulan/tahun) yang digunakan sebagai dasar.
    Rumus/formula :








    Harga saat A = Harga saat B XHarga saat A
    Harga saat B

  4. Metoda Analisis Harga Satuan

    Metoda ini dilakukan apabila angka yang menunjukkan volume total pekerjaan belum dapat ditentukan dengan pasti, tetapi biaya per satuan (per meter persegi, per meter kubik) telah dapat dihitung. Hal ini sering dijumpai pada pekerjaan konstruksi, seperti pekerjaan tanah, pengerjaan jalan, memasang pipa, membangun kanal, dan lain sebagainya.
    Contoh :
    Diperoleh data sebagaimana terlihat dalam tabel berikut ini:




































  5. PERKIRAAN PEMASANGAN PIPA
    (Proposal)



    Komponen Kegiatan



    Perkiraan Jumlah (m3)



    Harga Satuan (Rp)



    Total Harga (Rp  Ribu)



    1. Menggali tanah tempat pipa
    :



    - Material



    - Jam – orang



    25.000



    2.000



    50.000



    2. Meletakkan pipa & pasang
    isolasi :



    - Material



    - Jam – orang



    5.000



    20.000



    100.000



    3. Menimbun kembali :



    - Material



    - Jam – orang



    20.000



    2.500



    50.000



    TOTAL



    200.000



    Sumber : Soeharto, Imam, Manajemen Proyek: Dari Konsep tual Sampai Operasional, Erlangga,
    Jakarta, 1997, halaman 141).

    Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa pekerjaan memasang pipa per satuan panjang (m) = Rp 200 Juta x (1/5000 m) sama dengan Rp 40.000,-
    Dengan demikian, bila pekerjaan sesungguhnya adalah 10.000 m, maka biaya atas pekerjaan tersebut adalah
    10.000 m x Rp 40.000,- = Rp 40 Juta.


    DAFTAR PUSTAKA
    ______________, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

[+/-] Selengkapnya...

Selasa, November 25, 2008

BAB II TEKNIK PERHITUNGAN HPS/OE

Tanggung Jawab Penyusunan HPS/OE Sesuai ketentuan yang diatur dalam Keppres No. 80 tahun 2003, penyusunan/pembuatan HPS/OE adalah tanggung jawab panitia/pejabat pengadaan. Hasil atas penyusunan tersebut kemudian ditetapkan oleh pengguna barang/jasa. Konsep HPS/OE suatu pekerjaan itu sendiri kadangkala tidak sepenuhnya dilakukan oleh panitia/pejabat pengadaan, terutama dalam hal pengadaan jasa pemborongan seringkali penyusunannya didasarkan pada hasil perhitungan perkiraan biaya atas suatu pekerjaan yang masih bersifat perhitungan perkiraan keinsinyuran/ konsultan (Engineers Estimate). Dari hasil perkiraan keinsinyuran ini, kemudian panitia/pejabat pengadaan menilai harga- harga dalam perhitungan tersebut dengan penyesuaian kembali terhadap harga yang berlaku pada saat akan dilaksanakan pengadaan. 2. Masukan Penyusunan HPS/OE Penyusunan HPS/OE harus dibuat secara cermat dan dapat dipertanggungjawabkan, karenanya panitia/pejabat pengadaan harus mempelajari dan mengkaji informasi/data dari berbagai dokumen yang diperlukan terkait dengan HPS/OE atas kegiatan yang akan disusun, dengan mempertimbangkan sumber data antara lain : a. Dokumen anggaran (DIP/Petunjuk Operasional/DASK/RKAP/ dokumen lain yang dipersamakan; b. Dokumen pemilihan penyedia barang/ jasa c. Analisa harga satuan pekerjaan yang bersangkutan pada saat anggaran diajukan (Rencana Anggaran Biaya) dalam pengajuan DUP/DUK/RASK; d. Perkiraan perhitungan biaya oleh Engineers Estimate e. Harga pasar setempat atau pasar regional/nasional dengan memperhitungkan biaya angkutan dan biaya lain-lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga barang tersebut berada di pasar lokal, menjelang dilaksanakan pengadaan. f. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh BPS, asosiasi terkait dan sumber lain yang dapat dipertanggungjawabkan; g. Daftar tarif yang dikeluarkan pemerintah atau agen tunggal atau pabrikan; h. Biaya kontrak sebelumnya maupun yang sedang berjalan dengan mempertim bangkan faktor perubahan biaya; i.Daftar harga standar yang dikeluarkan oleh instansi berwenang, seperti harga satuan umum dan harga satuan jasa konsultansi oleh Menteri Keuangan, Harga Satuan Pokok Kegiatan Departemen/Lembaga/Pemda oleh Menteri/Kepala Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota, serta Harga Satuan Pembangunan Gedung, Pagar Gedung Negara, dan Rumah Dinas oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. 3.Prosedur Penyusunan HPS/OE atas Pekerjaan Jasa Pemborongan Prosedur penyusunan HPS/OE terhadap pekerjaan jasa pemborongan adalah sebagai berikut: a. Teliti besaran dana dari pagu anggaran yang tersedia dalam DIP/PO/DASK/ RKAP/dokumen lain yang dipersamakan. Besaran pagu anggaran ini merupakan batas maksimal untuk perhitungan HPS/OE. Oleh karenanya nilai HPS/OE diupayakan lebih kecil dari Pagu Anggaran; b. Pelajari dokumen pemilihan penyedia jasa, terutama yang terkait dengan instruksi kepada penyedia jasa, syarat umum/khusus kontrak, gambar,spesifikasi teknis, serta hasil peninjauan kondisi lapangan; Untuk pekerjaan dengan kontrak harga satuan, volume pekerjaan yang dibuat dalam HPS/OE sama dengan volume pekerjaan yang telah ditetapkan dalam Bill of Quantity (BQ) dokumen pemilihan penyedia jasa. Sementara khusus untuk pekerjaan dengan kontrak lump sum dapat diputuskan tetap menggunakan atau tidak menggunakan sepenuhnya volume pekerjaan, metode pekerjaan yang digunakan dalam perhitungan EE/RAB; c. Peroleh dan atau perhitungkan harga satuan dasar dari bahan, upah, dan alat yang bersandarkan harga pasar setempat hinga di job-site (biaya angkutan turut diperhitungkan). Kalau harga pasar setempat tidak diperoleh, gunakan data harga yang termuat dalam SPK/kontrak sebelumnya dengan memperhitungkan kemungkinan perubahan harganya berdasarkan indeks dari Badan Pusat Statistik (BPS); d. Hitung analisa harga untuk setiap pembayaran (pay-item) dengan formula/rumus yang sudah digunakan dalam perhitungan untuk mendapatkan RAB; e. Tetapkan harga satuan : analisa harga + 10 % (laba penyedia jasa). Secara umum besaran laba ditetapkan sebanyak 10 %, walaupun tidak ada landasan teoritis yang memadai untuk menentukan nilai presentasi tersebut); f. Hitung jumlah biaya pada setiap masa pembayaran : jumlah volume dikalikan harga satuan g. Jumlahkan semua biaya untuk seluruh masa pembayaran dari pekerjaan yang akan dilaksanakan; h. Hitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN): 10 % jumlah biaya untuk seluruh masa pembayaran; i. Total harga pekerjaan yang dituangkan dalam HPS/OE = Jumlah biaya seluruh masa pembayaran + PPN 10 % 4. Prosedur Penyusunan HPS/OE atas Pekerjaan Barang/Jasa Lainnya a. Teliti besaran dana dari pagu anggaran yang tersedia dalam DIP/PO/DASK/ RKAP/dokumen lain yang dipersamakan. Besaran pagu anggaran ini merupakan batas maksimal untuk perhitungan HPS/OE. Oleh karenanya nilai HPS/OE diupayakan lebih kecil dari Pagu Anggaran; b. Pelajari dokumen pemilihan penyedia barang/jasa, terutama yang terkait dengan instruksi kepada penyedia barang/jasa lainnya, syarat umum/ khusus kontrak, dan spesifikasi teknis. Berdasarkan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa, kemudia dapatkan informasi mengenai merk barang atau jenis jasa lainnya yang sesuai dengan spesifikasi dimaksud dan harganya. c. Hitung harga satuan dasar dari barang/jasa lainnya, dengan mengacu pada rata-rata harga barang/jasa lainnya dari seluruh barang/jasa lainnya yang memenuhi spesifikasi teknis, yang didasarkan pada data harga pasar setempat. Kalau harga pasar setempat tidak diperoleh, gunakan data harga yang termuat dalam SPK/kontrak sebelumnya dengan memperhitungkan kemungkinan perubahan harganya berdasarkan indeks dari Badan Pusat Statistik (BPS); d. Hitung harga satuan : harga satuan dasar + 10 % (laba penyedia jasa). e. Hitung jumlah biaya untuk setiap item barang/jasa lainnya yaitu: jumlah volume barang/jasa lainnya x harga satuan f. Jumlah semua biaya untuk seluruh item barang/jasa lainnya yang diadakan g. Hitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN): 10 % jumlah biaya untuk seluruh item barang/jasa lainnya h. Total harga pekerjaan yang dituangkan dalam HPS/OE = Jumlah biaya seluruh masa pembayaran + PPN 10 % 5. Prosedur Penyusunan HPS/OE atas Pekerjaan Jasa Konsultansi Hal yang sangat mendasar bahwa prosedur penyusunan HPS/OE untuk jasa konsultansi mempunyai materi sangat berbeda dengan penyusunan HPS/OE pada pekerjaan jasa pemborongan/barang/jasa lainnya, yaitu lebih berfokus pada biaya personel, dengan prosedur sebagai berikut : a. Prosedur awal, sama dengan prosedur sebelumnya, dan merupakan prosedur dasar, bahwa pengecekan besaran dana dari pagu anggaran yang tersedia dalam DIP/PO/DASK/RKAP/dokumen lain yang dipersamakan. b. Pelajari dokumen pemilihan penyedia jasa, terutama hal-hal yang terkait dengan instruksi kepada penyedia jasa, Kerangka Acuan Kerja/Terms of References, sehingga dapat diketahui kualifikasi tenaga ahli yang dibutuhkan, data/fasilitas pelaksanaan jasa yang diperlukan da sistem pelaporannya. c. Komponen biaya secara garis besar terdiri dari dua komponen, yaitu biaya langsung personil (renumeration) dan biaya langsung non personil (direct reimbursable cost), dengan komposisi biaya langsung non personil yang diperkenankan maksimal sebesar 40 % dari total biaya pekerjaan. Dikecualikan dari ketentuan dimaksud adalah pekerjaan konsultansi tertentu : pemetaan udara, survei lapangan, pengukuran, dan penyelidikan tanah, dan lain-lain sesuai metoda pelaksanaannya. Bila suatu pekerjaan dilakukan oleh konsultan perorangan (individual consultant) maka biaya langsung personil konsultan perorangan tersebut tidak boleh dibebankan biaya overhead dan keuntungan/laba; d. Harga satuan biaya langsung personil per satuan waktu, pada dasarnya disesuaikan dengan harga pasar yang berlaku. Bilamana harga pasar tidak tersedia, dapat menggunakan harga satuan pada kontrak sejenis dengan tetap mempertimbangkan terjadinya perubahan harga berdasarkan indeks dari BPS; Sebagai acuan, dapat digunakan formula Edaran Bersama Bappenas dengan Departemen Keuangan No. 1203/D.II/03/2000 dan SE-38/A/2000 tanggal 17 Maret 2000, tentang Petunjuk Penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk Jasa Konsultansi (Biaya Langsung Personil dan Biaya Langsung Non Personil. Dari juklak tersebut perhitungan biaya langsung personil (BLP) menggunakan formula sebagai berikut: BLP = GD + BBS + BBU + TP + K , di mana : Undangan Komponen BLP Nasional GD = Gaji Dasar 1 x GD BBS = Beban Biaya Sosial (0,3 s/d 0,4) x GD BBU = Beban Biaya Umum (0,5 s/d 1,3) x GD TP = Tunj. Penugasan (0,1 s/d 0,3) x GD K = Laba 0,1 x (GD + BBS + BBU) Total BLP (2,2 s/d 3,1) x GD Undangan Komponen BLP Internasional GD = Gaji Dasar 1 x GD BBS = Beban Biaya Sosial (0,3 s/d 0,6) x GD BBU = Beban Biaya Umum (0,7 s/d 1,4) x GD TP = Tunj. Penugasan (0,1 s/d 0,3) x GD K = Laba 0,1 x (GD + BBS + BBU) Total BLP (2,4 s/d 3,6) x GD Apabila penugasan konsultan dihitung dalam satuan selain bulan (month), maka konversi maksimum biaya langsung personil per satuan waktu adalah sebagai berikut: SBOM = SBOB : 4,1 SBOH = (SBOB : 22) x 1,1 SBOJ = (SBOH : 8) x 1,3 Dimana : SBOB = Satuan Biaya Orang Bulan (Person Month Rate) SBOM = Satuan Biaya Orang Minggu (Person Week Rate ) SBOH = Satuan Biaya Orang Hari (Person Day Rate) SBOJ = Satuan Biaya Orang Jam (Person Hour Rate) e. Hitung jumlah biaya setiap item pengeluaran, baik untuk biaya langsung personil (BLP) maupun biaya langsung non personil (BLNP), dengan cara sebagai berikut : - BLP = Jumlah Personil x Lama Penugasan x Imbalan per satuan waktu - BLNP = Jumlah volume pekerjaan x harga satuan Jumlah personil = tenaga ahli/tenaga pendulung sesuai dengan pendidikan/pengalamannya. Untuk team leader yang membawahi 5-10 tenaga ahli, diperhitungkan tambahan imbalan sebanyak 3 %, sedangkan yang membawahi lebih dari 10 tenaga ahli, diperhitungkan imbalan 6 %. f. Hitung jumlah biaya untuk seluruh item pengeluaran g. Total harga pekerjaan/barang adalah jumlah biaya seluruh iten pengeluaran yang dituangkan dalam HPS/OE. 6.Penyesuaian atas Hasil Perhitungan HPS/OE Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, bahwa penyusunan HPS/OE sedapat mungkin didasarkan pada data paling mutakhir/baru dari suatu item pekerjaan/barang dipasar setempat. Berdasarkan masukan data tersebut, ternyata hasil HPS/OE yang dihitung lebih besar dari pagu anggaran tersedia, dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Mengubah spesifikasi teknis dari pekerjaan/barang yang akan dilaksanakan. Bila hal ini terjadi pada pekerjaan jasa konsultansi, maka perubahan spesifikasi teknis dapat berupa menurunkan (down- grade) kualifikasi tenaga ahlinya (konsultan pendidikan S2 menjadi S1 atau pendidikannya tetap sama namun persyaratan pengalamannya diturunkan. b. Revisi Petunjuk Operasional /Lembaran Kerja atas kegiatan dimaksud, bila setelah dilakukan perubahan spesifikasi teknis masih mempunyai nilai HPS/OE lebih besar dari pagu anggaran tersedia.

[+/-] Selengkapnya...

Sabtu, November 08, 2008

HARGA PERKIRAAN SENDIRI (HPS)

TEHNIK PENYUSUNAN HPS/OE

Deskripsi Singkat

Pada dasarnya bahwa untuk setiap pelaksanaan pengadaan barang/jasa di instansi pemerintah perlu dibuatkan Harga Perkiraan Sendiri/Owner’s Estimate yang merupakan hasil perkiraan (estimasi) harga suatu pekerjaan (barang/jasa) yang akan diadakan. Hal ini dimaksudkan agar ada suatu acuan yang dijadikan dasar dalam penilaian kewajaran harga. Fungsi dari HPS/OE di antaranya adalah:

1) Untuk menilai kewajaran harga penawaran penyedia barang/jasa,
2) Penetapan jaminan penawaran, dan
3) Alat untuk melakukan negosiasi untuk beberapa metoda pengadaan.

HPS/OE disusun oleh panitia/pejabat pengadaan dan disahkan oleh pengguna barang/jasa, berdasarkan data yang paling mutakhir dan dari sumber daya yang dapat dipertanggung-jawabkan.


BAB I GAMBARAN UMUM HPS/OE

1. Latar Belakang

Sebelum HPS/OE menjadi salah satu persyaratan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah terutama dalam kaitannya dengan penetapan pemenang pengadaan barang/jasa, maka yang menjadi acuan adalah barang/jasa yang diperoleh melalui proses ini harus mencerminkan
harga yang wajar dan dapat dipertanggung-jawabkan.

Pengertian Harga yang wajar dan dapat dipertanggungjawabkan pada dasarnya merupakan rumusan yang abstrak, karena setiap orang terutama pelaku pengadaan dapat menafsirkannya dalam berbagai versi, tergantung pada perspektif, pengalaman, dan latar belakang pendidikan serta motivasi masing-masing pihak, sehingga dalam implementasinya sering terjadi perbedaan pendapat, terutama antara pengguna barang/jasa dengan aparat pengawasan.

Ada sebagian pihak yang memandang bahwa harga yang wajar dan dapat dipertanggungjawabkan adalah harga yang paling murah dari suatu barang/jasa, apapun kualitas barang tersebut. Namun demikian, tidak sedikit yang berpendapat bahwa harga yang wajar dan dapat dipertanggung jawabkan diartikan sebagai harga barang/jasa yang paling efisien dalam konteks pada saat pengadaan dan selama masa operasional/masa hidup (life time) dari barang/jasa tersebut.

Oleh karena itu, perlu dibuat satu tolok ukur dari pengertian harga wajar dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga setiap pelaku pengadaan mempunyai pola pikir dan acuan yang sama, yang disebut Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau Owners Estimate (OE).

HPS/OE adalah perkiraan biaya atas kegiatan barang/jasa yang dikalkulasikan secara keahlian..
Namun demikian, dalam prakteknya, penyusuna HPS bukan suatu hal yang mudah dilakukan, bahkan cenderung menjadi handicap, karena pada dasarnya HPS/OE menjadi tolok ukur sejauh mana effisiensi dan eketifitas dari suatu proses pengadaan barang/jasa pemerintah dapat dimulai.

2. Pengertian Perkiraan Biaya

National Estimating Society-USA mendefinisikan perkiraan biayasebagai seni memperkirakan (the art of approximating) kemungkinan besarnya biaya yang diperlukan dalam suatu kegiatan dengan mendasarkan atas informasi yang tersedia pada saat itu.

Hal ini berarti bahwa dalam menyusun perkiraan biaya perlu dilakukan pengkajian atas biaya kegiatan terdahulu sebagai masukan, serta melihat masa depan, memperhitungkan dan mengadakan perkiraan atas hal-hal yang akan atau mungkin terjadi.

Dalam kaitan ini perkiraan biaya merupakan salah satu unsur penting dalam penyelenggaraan proyek/kegiatan.

Pada taraf pertama digunakan untuk mengetahui besarnya biaya yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan/kegiatan, dan pada taraf berikutnya (dengan spektrum yang lebih luas, terkait dengan perencanaan dan pengendalian sumber daya yang dimiliki dalam rangka melaksanakan dan mencapai tujuan proyek. Dalam konteks pengadaan barang/jasa pemerintah sebagaimana telah dibahas sebelumnya, perkiraan biaya tersebut dituangkan dalam bentuk HPS/OE.

3. Fungsi HPS/OE

Fungsi HPS/OE dalam pengadaan barang/jasa pemerintah digunakan sebagai alat untuk :

1) Menilai kewajaran total harga dari penawaran yang disampaikan penyedia barang/jasa beserta rinciannya.
2) Menetapkan besarnya nilai jaminan penawaran dari penyedia barang/jasa.
Besarnya nominal atas jaminan penawaran atas pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai Keppres 80 tahun 2003, berkisar antara 1 s/d 3 % dari Total HPS/OE.
Contoh :
Nilai OE suatu pekerjaan adalah Rp 1 Milyar. Besarnya jaminan penawaran yang ditetapkan Panitia/Pejabat pengadaan (misal 2 %) , maka Jaminan penawaran yang harus disampaikan oleh Penyedia barang/jasa adalah sebesar Rp 20 juta.
3) Menetapkan tambahan nilai jaminan pelaksanaan bagi penawaran yang dinilai terlalu rendah (kurang dari 80 % dari nilai OE). Walaupun demikian tidak berarti dapat dijadikan bahan untuk menggugurkan jaminan penawaran.

Contoh:
Nilai OE suatu pekerjaan adalah Rp 1 Milyar Penawaran yang disampaikan oleh penyedia barang/jasa (setelah koreksi) adalah Rp 750 Juta atau 75 % dari HPS/OE. Jumlah jaminan pelaksanaan (secara umum) yaitu sebesar 5 % adalah 5 % x Rp 750 Juta atau sebesar Rp 35 Juta. Oleh karena harga penawaran kurang dari 80 % HPS/OE, maka untuk
meningkatkan rasa aman bagi pengelola proyek/kegiatan, sesuai Keppres 80 tahun 2003, jaminan pelaksanaan perlu ditambah sebesar selisih nilai jaminan dari 80 % HPS/OE dengan nilai jaminan yang telah ditentukan, yaitu : (5 % x 80 % x Rp 1 M) Rp 35 Juta = Rp 5 Juta.

Atau dapat juga dikatakan bahwa bila harga penawaran penyedia barang/jasa berada di bawah 80 % dari nilai HPS/OE, maka nilai jaminan pelaksanaan seharusnya adalah 5 % dari Nilai HPS/OE.
4) Acuan bagi penetapan harga satuan timpang (untuk pelelangan dengan kontrak harga satuan ) di mana salah satu atau lebih komponen/item pekerjaan nilai penawaran harganya lebih besar dari 110 % rincian HPS/OE.
5) Patokan dalam hal seluruh penawaran di atas pagu anggaran tersedia.
6) Menjadi bahan dalam perhitungan penyesuaian harga (eskalasi).
7) Acuan bagi negosiasi harga, apabila pengadaan barang/jasa menggunakan metoda pemilihan langsung/penunjukkan langsung, serta pengadaan jasa konsultansi (dengan metoda apapun).

4. Perlakuan terhadap HPS/OE

Walaupun HPS/OE merupakan dokumen strategis bagi pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, pada dasarnya nilai HPS/OE bukanlah sesuatu yang perlu dirahasiakan. Oleh karena itu, nilai total HPS/OE tersebut harus diinformasikan pada saat acara penjelasan dokumen pengadaan (aanwijzing). Sedangkan rincian perhitungan HPS/OE harus tetap dirahasiakan sampai dengan saat kontrak ditandatangani.

Perlakuan demikian merupakan upaya untuk lebih meningkatkan prinsip pengadaan barang/jasa dalam hal transparansi, dan sekaligus mencegah terjadinya keseragaman metoda pelaksanaan atau metoda kerja di antara para peserta pengadaan.
Dengan diumumkannya total HPS/OE, bagi penyedia barang/jasa akan menjadi bahan pertimbangan dalam keikutsertaannnya pada proses pengadaan selanjutnya, tergantung perkiraan seberapa besar margin (keuntungan, laba) yang akan diperoleh.

Penyusunan HPS/OE harus sudah memperhitungkan beberapa komponen utama, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN), beban biaya umum (overhead cost) dan keuntungan (margin/profit) yang wajar bagi penyedia barang/jasa, dan tidak diperkenankan untuk memperhitungkan pajak penghasilan, biaya tidak terduga, dan biaya lain-lain.

Dengan tidak diberlakukannya sistem koridor yang mengharuskan penawaran biaya dari penyedia barang/jasa harus lebih besar dari 80 % HPS/OE maka diharapkan persaingan antar penyedia barang/jasa makin ketat sehingga semua penyedia barang/jasa berusaha untuk semakin efisien, maka diharapkan pada gilirannya dapat mendorong peningkatan daya saing perusahaan nasional.

[+/-] Selengkapnya...